Sabtu, 07 Desember 2013



MERANTAU
 (SEBUAH REKONTRUKSI KEMBALI PERJALANAN HIDUP SEORANG WANITA JAWA DI PEDALAMAN KALIMANTAN TENGAH DARI TAHUN 1993-2013)


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Bapak Prof., Dr., Drs., Hariyono, M.Pd dan Ibu Indah W. P Utami, S. Pd, S. Hum, M. Pd



Oleh
Kiki Candra Nalurita Ciptadi
130731607235
                      


























UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember 2013

UCAPAN TERIMA KASIH                 

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah menyertai serta memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “Merantau (Sebuah Rekontruksi Kembali Perjalanan Hidup Seorang Wanita Jawa di Pedalaman Kalimantan tengah dari Tahun 1993-2013) ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan yang dibimbing oleh Bapak Prof., Dr., Drs., Hariyono, M.Pd dan Ibu Indah W. P Utami, S. Pd, S. Hum, M. Pd.                                                                                                                                              Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Prof., Dr., Drs., Hariyono, M.Pd dan Ibu Indah W. P Utami, S. Pd, S. Hum, M. Pd
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, nasehat, arahan, dan petunjuk dalam penyusunan makalah ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:
1)        Bapak Ketua Jurusan Jurusan yang telah mendukung dalam penulisan makalah ini.
2)        Ayah dan Ibu  serta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan pemikiran sampai selesainya penelitian ini.
3)        Teman-teman offering B tersayang yang sudah memberikan dukungan semangat sampai selesainya makalah ini
4)        Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu selesainya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


                                                                  Malang, 8 Desember 2013


    Penulis








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang:
“Kehidupan merupakan sebuah panggung sejarah” didalam menjalani kehidupan tersebut ada suatu proses perjalanan yang mencapai pada suatu klimaks atau puncak permasalahan. Klimaks atau suatu permasalahan tersebut dapat menimbulkan beberapa kejadian dan peristiwa yang paling dikenang oleh seseorang hingga menjadikannya sebuah sejarah, suatu peristiwa yang tidak dapat terulang lagi.                                                                     Sejarah itu sendiri hadir dari segala aktivitas baik dalam kehidupan pribadinya sendiri, kehidupan keluarganya, kehidupan orang lain yang berhubungan dengannya, maupun sesuatu hal yang berkaitan dengannya. Salah satu yang disebutkan adalah sejarah hadir dari kehidupan keluarga.
Setiap orang memiliki latar belakang keluarga masing-masing. Sehingga, hampir  semuanya tidak memiliki latar belakang keluarga yang sama. Keluarga merupakan suatu unit terpenting yang memengaruhi bagaimana manusia menjalani kehidupan. Kehidupan keluarga yang lumayan keras dapat memengaruhi pola pikir dan kedewasaan seseorang. Hal itu dapat terjadi karena keluarga juga merupakan faktor eksternal pembentuk kepribadian seseorang.                                                                                                             Dalam menjalani sebuah keluarga tentu ada sebuah permasalahan. Permasalahan itu selalu muncul baik didalam keluarga itu sendiri maupun dari pribadi seseorang tersebut yang tentunya selalu datang terus-menerus seiring berjalannya waktu, tidak terkecuali Ibu Neni Kurniati.                                                                                                                                  Ibu Neni Kurniati, seorang wanita Jawa asli ini adalah seorang guru yang bertugas di daerah pedalaman Kalimantan Tengah. Wanita jawa  ini nekad pergi merantau ke daerah yang tidak ia ketahui sebelumnya. Banyak hal-hal yang dialami dalam hidupnya  ketika dia menjadi seorang guru. Jatuh bangun kehidupannya di posisinya sebagai masyarakat transmigran yang tidak memiliki keluarga sama sekali di daerah tersebut membuatnya menjadi sosok wanita tegar di mata masyarakat dan juga di mata anak-anaknya. Latar belakang keluarga dan perlakuan suaminya yang mempoligaminya membuatnya menjadi pribadi yang demikian.  Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat topik   ini berdasarkan kajian historis kedalam makalah Historiografi Keluarga yang berjudul “Merantau (Sebuah Rekontruksi Kembali Perjalanan Hidup Seorang Wanita Jawa di Pedalaman Kalimantan tengah dari Tahun 1993-2013).

1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah latar belakang keluarga Ibu Neni Kurniati, seorang wanita Jawa tersebut?
2.      Hal apa yang mendasari Ibu Neni Kurniati untuk nekad pergi ke daerah Kalimantan dengan seorang diri?
3.      Apa saja Permasalahan Sosial yang dialami Ibu Neni Kurniati( Wanita Jawa) tersebut sejak ia menikah sampai sekarang, di tengah masyarakat Kalimantan Tengah dan bagaimana ia mengatasinya?
1.3    Tujuan
2.    Untuk menjelaskan latar belakang Keluarga wanita Jawa yaitu Ibu Neni Kurniati
3.    Untuk menjelaskan penyebab  Ibu Neni Kurniati  pergi merantau ke KalimantanTengah?
4.    Untuk menjelaskan kembali kehidupan Ibu Neni Kurniati dan beberapa masalahnya di antara gejolak Keluarga dan Kontroversi sosial dalam kehidupan Masyarakatnya di tahun

1.4  Metode sejarah
Menurut Kuntowijoyo( 2013: 69)”Penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu pemilihan topic, pengumpulan sumber, verivikasi(kritik sejarah, keabsahan sumber),Interpretasi(analisis dan sintesis), dan penulisan”.                                                            Sedangkan menurut Hariyono(1995:109-112) Secara sederhana penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi
Jadi, penelitian ini dapat disusun melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1.4.1        Pemilihan Topik
Dari Tahap-tahap pemilihan sejarah, peneliti mengambil topik tentang sejarah perjalanan hidup Ibu Neni Kurniati yang merupakan seorang wanita Jawa yang merantau di Kalimantan Tengah dan bekerja sebagai Guru.
1.4.2        Heuristik
Menurut Nazir dalam Brahmantyo(1988: 211-265) menyebutkan lima macam metode pengumpulan data, yaitu: metode pengumpulan data dengan observasi langsung, metode pengumpulan data dengan wawancara, metode pengumpulan data melalui Kuesioner(daftar pertanyaan), metode pengumpulan data melalui metode projektif, serta pengumpulan data melalui sosiometri
Sedangkan menurut Nawawi dan Hadari(1992:67-69) menyebutkan ada enam teknik penelitian, yaitu: teknik obeservasi langsung, teknik observasi tidak langsung, teknik komunikasi langsung, teknik komunikasi tidak langsung, teknik pengukuran, teknik/ studi dokumenter dan bibliografis
Sedangkan menurut Moloeng(1989: 121-185) istilah metode pengumpulan data ada empat macam teknik penelitian yaitu teknik pengamatan, teknik wawancara, teknik penggunaan dokumen, dan teknik sampling.
            Dari beberapa tekhnik pengumpulan data yang dinyatakan oleh beberapa ahli diatas, penulis merumuskan tekhnik pengumpulan data yang diambil adalah tehnik pengamatan, tekhnik wawancara, dan juga tekhnik komunikasi tidak langsung(karena memakai alat berupa handphone). Narasumber bernama Neni Kurniati dan Juga Suprapti yang sekarang bertempat tinggal di Kalimantan Tengah dan juga di Kediri. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada hari Senin tanggal 2 Desember 2013 di Malang dengan Ibu Suprapti(63 tahun), Aziza Wulandari Ciptadi dan Ibu Neni Kurniati(42 tahun) serta beberapa informasi dari buku dan juga Internet sebagai data pembanding.
1.4.3        Intepretasi
Dari penafsiran saya terhadap data yang saya peroleh dari narasumber ada beberapa data yang harus saya jelaskan yakni tentang kehidupan Ibu Neni Kurniati. Menurut saya, alasan Ibu Neni Kurniati mau bertahan dan tetap tegar menghadapi permasalahan keluarganya dan juga menghadapi kehidupan sosialnya adalah karena beliau sudah terbiasa menghadapi masalah-masalah sosialnya sejak beliau SMA, beliau sangat mencintai ke-empat anak-anaknya sehingga hal itu yang membuat beliau bertahan dan pasrah atas semuanya, beliau sudah merelakan suaminya bersama wanita lain(ikhlas) karena beliau percaya jalan hidup seseorang sudah ada yang mengatur, Beliau sudah mulai memaafkan suaminya dan orang-orang yang pernah mendzoliminya sehingga hidupnya sedikit tentram karena tidak memiliki dendam.  
1.4.4        Historiografi
Dalam penulisan kembali dan rekontruksi sejarah berdasarkan data data yang saya peroleh dari narasumber. Saya membagi kronologis kejadian antara tahun 1978-2013.. Antara tahun tersebut saya membagi menjadi 3 pembahasan mengenai keadaan Latar Belakang Keluarga Ibu Neni Kurniati sebelum ia dilahirkan, alsannya untuk memilih derah Kalimantan Tengah sebagai tempat rantauannya, dan yang terakhir adalah tentang permasalahan-permasalahan social baik dari keluarga maupun masyarakat ketika ia berusaha melebur dari budaya-budaya yang dianggapnya asing baginya. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana penulisan atau rekontruksi sejarah menurut data-data yang saya peroleh dari narasumber. Kemudian hasil dari  kritik dan interpretasi yang saya lakukan. akan lebih diperjelas lagi pada bagian berikutnya.




























BAB II
PEMBAHASAN
MERANTAU( SEBUAH REKONTRUKSI KEMBALI PERJALANAN HIDUP SEORANG WANITA JAWA DI PEDALAMAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 1993-2013)
2.1  Latar Belakang Keluarga Ibu Neni Kurniati
Ibu Neni Kurniati merupakan anak dari pasangan Bapak Tarmadi dan juga Ibu Suprapti. Keduanya merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil dan bekerja sebagai guru. Ibu Suprapti merupakan anak dari pasangan Bapak  dan Ibu. Pada dasarnya keluarga ini merupakan keluarga kaya. Hal itu dikarenakan orangtua Ibu Suprapti yang merupakan kakek dan nenek dari Ibu Neni Kurniati adalah orang yang terkaya di kampungnya.  Ayah Ibu Suprapti memiliki banyak sawah dan juga memiliki banyak tanah. Beliau memiliki 4 orang anak yaitu sebagai berikut
Bagan 1.1 Silsilah keluarga Bapak Akhmad dan Ibu Miatun





Text Box: Bapak akhmad Carik
Text Box: Ibu Miatun
 
                                                                                                      









 





Semua orang di daerahnya mengetahui dan sangat mengenal mengenal Bapak Akhmad atau orang sering menyebutnya Pak Carik. Pekerjaan beliau adalah seorang rentenir yang meminjamkan uang kepada para tetangganya yang kesulitan dana cepat. Walaupun kaya, Pak Carik yang merupakan ayah dari Ibu Suprapti memiliki kebiasaan buruk yaitu menyukai Tayub.                                                                                                 Menurut Rodhiyansyah(2011) Tayub merupakan tarian pesta rakyat dengan diiringi gending gending tradisional Jawa. Tayub bisa diadakan di tanah lapang (outdoor) atau dalam gedung (indoor). Gending gending Tayub biasanya diiringi dengan tarian Jawa. Pada acara Tayub, biasanya dihidangkan minuman tradisional Badeq, yaitu air tape ketan hitam yang disimpan kira kira satu minggu (7 hari), dengan minuman ini badan menjadi hangat dan menari Tayub jadi gayeng. Badeq dalam khasanah Jepang disebut juga sake. Budhiroso percaya bahwa badeq bila diminum secara berkala mampu menjadi obat kuat, karena bisa membangkitkan antibodi dalam darah.                                                                    Sedangkan menurut Indan(2012) Tari Tayub atau biasa disebut Tayuban adalah kesenian tradisional Jawa, dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian gerak. Unsur keindahan dalam Tayuban ini juga diikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang di bawakan. Tayuban biasa di pertunjukkan pada acara pernikahan, khitanan dan acara - acara kebesaran seperti 17 Agustus, perayaan kemenangan pemilihan kepala desa atau acara bersih desa.
Pada saat mengikuti acara atau Hiburan tayub, Pak Carik menyalahgunakan kesempatan itu. Beliau sering menghambur-hamburkan uangnya untuk diberikan kepada si penari Tayub. Selain itu beliau juga sering mengikuti judi dan minum-minuman sejenis arak yang biasanya ada dalam Pergelaran Tayub. Sehingga, beliau memiliki banyak istri dan kekayaan beliau sedikit-demi sedikit mulai berkurang akibat judi dalam acara-acara yang diselenggarakan tayuban. 
Tetapi, sewaktu Pak Carik dan Ibu Miatun meninggal, terjadilah perebutan warisan. Ibu Suprapti pada saat itu mendapat bagian rumah orangtuanya yang sangat besar dan mewah. Sebelumnya, kakak-kakak dari Ibu Suprapti sudah mendapat bagian tanah mereka masing-masin dan sebenarnya rumah itu adalah bagian dari Ibu suprapti. Namun, karena Bagian warisan ibu Suprapti yang tidak memiliki bukti diatas kertas. Maka pernyataan bahwa rumah itu adalah miliknya tidak dapat dibuktikan.. selain itu, para kakak-kakaknya menginginkan rumah itu karena menganggap Ibu Suprapti yang merupakan anak Bungsu tidak pantas untuk mendapatkan warisan itu, maka warisan itu yang berupa rumah mewah pemberian orangtuanya di ambil oleh Kakak-kakaknya dan Ibu Suprapti secara halus terusir dari rumah itu. Akhirnya beliau meninggalkan rumah warisannya dan membeli sebuah rumah kecil di desa Sumberagung. 
Bapak Tarmadi dan juga Ibu Suprapti memiliki 8 orang anak dan Ibu neni Kurniati merupakan anak yang paling bungsu. Silsilah keluarga Ibu neni dapat dilihat dari bagan dibawah ini







Bagan 1.2 Silsilah keluarga Bapak Tarmadi dan Ibu Suprapti
 










Pada tahun 1984, gaji guru sangat kecil dan tidak sebesar gaji guru yang sekarang. Oleh karena itu pada zaman dulu, bekerja menjadi guru adalah pekerjaan yang  sangat susah. Semenjak pindah ke rumahnya yang baru di desa Sumberagung, kehidupan ekonomi Ibu Suprapti dan Bapak Tarmadi semakin susah. Bapak Tarmadi mengkredit sepeda motor. Akibat tidak bisa membayar, maka sepeda motor yang di kreditnya dan belum lunas angsurannya itu disita bank. Setelah itu beliau mengkredit lagi atas nama anaknya yang lain. Akan tetapi, walaupun demikian orangtua Ibu Neni tetap disegani oleh masyarakat karena merupakan seorang guru yang asumsi mereka adalah pahlawan Tanpa Tanda jasa. Begitulah seterusnya, sampai Bapak Tarmadi dan Ibu Suprapti memiliki banyak utang dan terpaksa menjual rumahnya yang sudah dibangun dan diperbaikinya itu.                                              Pada Tahun 1988, Bapak Tarmadi dan Ibu Suprapti pindah ke perumahan sekolah yang berada dekat sekali dengan tempat ia bekerja. Rumah itu sangat kecil jika harus ditempati oleh keluarga dengan anak 8 otrang. Sebenarnya, Bapak Tarmadi ingin tinggal di salah satu perumahan untuk Kepala Sekolah akan tetapi rumah tersebut sudah ditempati oleh guru yang lain. Karena merasa Tidak Enak hati, akhirnya Bapak Tarmadi dan keluarganya terpaksa tinggal di rumah kecil untuk pesuruh Sekolah walaupun beliau adalah Kepala Sekolah.                                                                                                                       Pada tahun 1988, Ibu neni Kuniati sudah Lulus SMP dan melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas. Karena tidak adanya biaya untuk sekolah di sekolah negeri maka Ibu Neni Kurniati sekolah di SMA Swasta yaitu SMA PGRI 2 yang pada saat itu bergabung menjadi satu dengan SMA Negeri. Karena sekolah Ibu Neni Kurniati bergabung dengan sekolah lain maka beliau sekolah mendapat jam siang. Jadi, selama pagi sampai siang itu beliau bekerja. Setiap hari makanan yang dimakan Ibu Neni Kurniati dan kakak-kakaknya hanyalah Ubi Jalar, yang makan nasi hanyalah cucu Ibu Suprapti yang pertama bernama Yoyok yang merupakan anak pertama dari Soni oleh karena itu Ibu Suprapti selalu membeli Ubi atau Telo dalam jumlah yang banyak agar cukup untuk beberapa minggu.                                                                                                               Sejak awal SMA beliau bekerja menjadi tukang sapu di SDN tempat bapak Tarmadi bekerja. Setiap Jam 04.00 beliau sudah menyapu halaman sekolah dan selesai jam 06. 30 setelah itu beliau mengasuh keponakannya yang bernama Angga anak dari Kakaknya yang bernama Yus yang upahnya dipakai untuk  membayar SPP sekolah. Jika sudah berangkat ke sekolah beliau membawa es cendol dan beberapa gorengan untuk dijual disekolahannya.                                                                                                       Walaupun Ibu Neni Kurniati termasuk anak yang pintar, dia tidak memiliki banyak teman untuk bergaul. Hal itu disebabkan karena rasa mindernya terhadap teman-temannya karena keadaan kedua orangtuanya yang banyak memiliki utang. Karena rasa ketidakpercayaan diri ini, menyebabkan Ibu Neni remaja di cap sebagai gadis sombong dan pemalu, juga pendiam dan tak ada satupun orang yang mau mendekati dan berteman dengannya.

2.2  Merantau Ke Daerah Kalimantan Tengah
Pada tahun 1991 beliau melanjutkan kuliah di IKIP Malang. Setelah itu pada tahun 1993 beliau lulus dengan gelar D2 dari IKIP Malang. setelah lulus, selang 3 bulan kemudian beliau mendapat panggilan untuk mengajar di sebuah sekolah dasar di daerah Kalimantan Tengah. Tanpa berpikir panjang dan tanpa meminta persetujuan dari orang tua, beliau langsung menandatangani pengajuan tersebut. Bapak Tarmadi dan juga Ib Suprapti yang mengetahui hal itu jelas sekali sangat tidak setuju. Akan tetapi Ibu neni kurniati tetap memaksa dan akhirnya beliau mogok makan selama 3 hari. Setelah prihatin akan tingkah anaknya tersebut akhirnya Bapak Tarmadi dan Ibu Suprapti setuju untuk melepaskan putrinya yang pemalu itu ke daerah Kalimantan Tengah yang pada saat itu masih pedalaman.                                                                                                                                          Tekad Ibu Neni Kurniati untuk mengubah nasib dan ingin menjadi Pegawai Negeri sipil yang memiliki penghasilan membuatnya nekad berangkat ke Kalimantan Tengah sendirian. Selain alasan mengubah nasib, ia juga mempertimbangkan hal itu karena beliau juga memiliki teman akrab seperjuangannya waktu kuliah  yang bekerja di daerah Kalimantan Tengah. Pada Bulan Oktober tahun 1993, beliau tiba di Kalimantan Tengah yang pada saat itu SK-nya adalah SDN – 3 Basirih Hilir Kecamatan Mentaya Hilir Selatan Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah.
Kalimantan Tengah merupakan daerah yang kebanyakan sukunya adalah suku dayak. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan(1981: 130) Pada awalnya penghuni daerah Kalimantan Tengah itu adalah kaum dayak. Akan tetapi, setelah kerajaan-kerajaan Kalimantan bernama Nansarunai ini ditaklukan oleh kerajaan Majapahit maka, masyarakat mulai berpencar-pencar.                                                                                                   Hal itulah yang mungkin salah satu penyebab di Kalimantan Tengah tidak hanya terdapat suku Dayak saja, tetapi juga suku Jawa, suku banjar, suku Madura, flores maupun etnis Tionghoa. Pada saat Ibu Neni Kurniati pertama kali ke Kalimantan yang dilihatnya adalah banyaknya Kebun milik masyarakat dan juga jarangnya rumah-rumah penduduk sekitar. Antara rumah satu dengan yang lain memiliki jarak yang sangat jauh. Menurut Ibu Neni Kurniati(43 tahun)  Jalan-jalan yang ada di Kalimantan juga belum di aspal. Keadaannya memprihatinkan. Jembatan Sampit hanya berukuran kecil dan berbahaya bila melewatinya. Bila ingin ke Sampit terlebih dahulu harus naik transportasi yang dinamakan klothok(sebuah perahu kecil) sampainyapun tidak sebentar perlu waktu seharian untuk menempuh perjalanan kdari Kecamatan Mentaya Hilir Selatan ke Kabupaten. Hal itu dikarenakan tidak adanya jalur darat.                                                                                                     Bahasa yang dipakai pun berbeda-beda. Komunitas masyarakat di daerah tersebut karena banyak masyarakat Banjar maka mereka memakai bahasa Banjar dan bukan bahasa Dayak asli. Akan tetapi, karena Ibu Neni Kurniati tidak mengetahui bahasa mereka. Otomatis hal itu menyebabkan Kurangnya komunikasi antara beliau dan juga masyarakat setempat sehingga masyarakat enggan menegur beliau. Padahal, ibu Neni Kurniati minder jika beliau berkata sesuatu malah salah mengartikan. Selang 1 tahun, beliau mulai bisa mencoba berbaur dengan keadaan di daerah tersebut.

2.3 Kehidupan Ibu Neni Kurniati dan beberapa masalahnya di antara gejolak Keluarga dan Kontroversi sosial dalam kehidupan Masyarakatnya
Setelah lama tinggal di daerah tersebut, beliau bertemu seorang laki-laki yang bernama Hargo Ciptadi dan menjalin hubungan asmara. Tahun 1994 Ibu Neni menikah dengan bapak Hargo ciptadi. Pada awalnya, orangtua Ibu Neni Kurniati tidak setuju dengan pernikahan beliau. Tetapi, akhirnya setuju karena beliau memaksa. Beliau menikah di Kediri dengan tradisi yang sering dinamakan Upacara Mantenan Jawa. Adapun upacara ini terdiri atas beberapa tahap. Menurut Antika(2013) Upacara jawa terdiri dari tahap-tahap berikut ini:
1.              Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari dekat. Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita bersama calon pengantin pria. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung meskipun hanya sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi ketika calon pengantin wanita mengeluarkan minuman dan makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon pengantin wanita yang terdiri dari orangtua calon pengantin wanita dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik.
2.              Nakokake/Nembung/Nglamar
Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan menanyakan beberapa hal pribadi seperti sudah adakah calon bagi calon mempelai wanita. Bila belum ada calon, maka utusan dari calon pengantin pria memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin pria berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon pengantin wanita diajak bertemu dengan calon pengantin pria untuk ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Bila calon pengantin wanita setuju, maka perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Langkah selanjutnya tersebut adalah ditentukannya hari H kedatangan utusan untuk melakukan kekancingan rembag (peningset).
Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria. Peningset biasanya berupa kalpika (cincin), sejumlah uang, dan oleh-oleh berupa makanan khas daerah. Peningset ini bisa dibarengi dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa pisang sanggan (pisang jenis raja setangkep), seperangkat busana bagi calon pengantin wanita, dan upakarti atau bantuan bila upacara pernikahan akan segera dilangsungkan seperti beras, gula, sayur-mayur, bumbon, dan sejumlah uang.
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan weton (hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.
3.              Pasang Tarub
Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah, yang dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan.
4.              Midodareni
Rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman. Upacara siraman dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata-kata: “cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”. Setelah itu, calon penganten langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian.
Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan oleh orangtua pengantin wanita. Setelah dipotong, rambut dikubur di depan rumah. Setelah rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara “dodol dawet”. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya. Uang untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting ) yang dibentuk bulat. Upacara dodol dhawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna berupa harapan agar kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rejeki yang berlimpah-limpah seperti cendol dalam dawet dan tanpa kesukaran seperti dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita.
Menginjak rangkaian upacara selanjutnya yaitu upacara midodareni. Berasal dari kata widadari, yang artinya bidadari. Midadareni merupakan upacara yang mengandung harapan untuk membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua calon penganten diharapkan seperti widadari-widadara, di belakang hari bisa lestari, dan hidup rukun dan sejahtera.
5.              Akad Nikah
Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari kedua calon penganten dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama.
6.              Panggih
Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembar mayang, kalpataru dewadaru yang merupakan sarana dari rangkaian panggih. Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan suruh, ngidak endhog, dan mijiki.
7.              Balangan suruh
Upacara balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian. Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal dibuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang putih/lawe. Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya.                                                                                         
8.              Ngidak endhok
Upacara ngidak endhog diawali oleh juru paes, yaitu orang yang bertugas untuk merias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil telur dari dalam bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin pria yang kemudian pengantin pria diminta untuk menginjak telur tersebut. Ngidak endhog mempunyai makna secara seksual, bahwa kedua pengantin sudah pecah pamornya.
9.              Wiji dadi
Upacara ini dilakukan setelah acara ngidak endhok. Setelah acara ngidak endhog, pengantin wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan bahwa “benih” yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik.
10.          Timbangan
Upacara timbangan biasanya dilakukan sebelum kedua pengantin duduk di pelaminan. Upacara timbangan ini dilakukan dengan jalan sebagai berikut: ayah pengantin putri duduk di antara kedua pengantin. Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri. Kedua tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang, sama berat dalam arti konotatif. Makna upacara timbangan adalah berupa harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa.
11.          Kacar-kucur
Caranya pengantin pria menuangkan raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin wanitanya menerimanya dengan kain sindur yang diletakkan di pangkuannya. Kantong kain berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Raja kaya yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
12.          Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling memberi dan menerima.
13.          Sungkeman
Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.
14.          Kirab
Upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah, dan keluarga dekat untu menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat panggih ataupun akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan suatu simbol penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik.
15.          Jenang Sumsuman
Upacara jenang sumsuman dilakukan setelah semua acara perkawinan selesai. Dengan kata lain, jenang sumsuman merupakan ungkapan syukur karena acara berjalan dengan baik dan selamat, tidak ada kurang satu apapun, dan semua dalam keadaan sehat walafiat. Biasanya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam hari, yaitu malam berikutnya setelah acara perkawinan.
16.          Boyongan/Ngunduh Manten
Disebut dengan boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama. Ngunduh manten diadakan di rumah pengantin laki-laki. Biasanya acaranya tidak selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita meskipun bisa juga dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki. Biasanya, ngundhuh manten diselenggarakan sepasar setelah acara perkawinan.
Setelah menikah, beliau kembali lagi ke Kalimantan dan tinggal di sebuah rumah kecil di desa Depsos. Pada saat itu, perkawinan beliau memang tidak bermodalkan apapun hanya bermodalkan cinta. Pada tahun 1996, beliau melahirkan anak perempuan bernama Kiki Candra Nalurita Ciptadi.                                                                                                                        Setelah itu tahun 1999 beliau pindah rumah Ke Perumnas di Kecamatan Samuda Kota.  Setelah kiki berusia 4 tahun, pada tahun 2000 Ibu Neni Kurniati melahirkan lagi seorang bernama Aziza Wulandari Ciptadi. Selang 1 tahun kemudian. Pada tahun 2001 terdapat suatu kerusuhan di Sampit. Kerusuhan itu terjadi sejak awal Februari tahun 2001. Banyak korban yang jatuh dalam peristiwa itu. Hal ini tersebut sejalan dengan pernyataan dari Wikipedia(2013) yang menyatakan bahwa:
Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura.[1] Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak.[2] Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.                                                                                    Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000. Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.
Peristiwa kerusuhan tersebut membuat hancurnya kepemerintahan daerah di Kalimantan Tengah sehingga banyak guru-guru yang akhirnya pulang ke Kampung Halaman. Walaupun beliau  seorang suku Jawa, Ibu Neni Kurniati tetap saja pulang kampong karena takut akan keadaan yang sedang amburadul tersebut. Pada tahun 2001 beliau mengungsikan anaknya yang bernama Kiki ke Jogjakarta. Setelah pulang kampong Ke Kediri, akhirnya selang 3 bulan beliau kembali lagi ke Kalimantan Tengah karena tidak dapat mengurus berkas pindah.                                                                                                     Akibat jauhnya jarak yang ditempuh antara rumah dan sekolah akhirnya beliau pindah ke perumahan Guru di SDN -3 Samuda Kota. Pada saat menjadi guru, karena suaminya pengangguran maka beliau menyiasatinya dengan berjualan aneka malam jajanan dengan anak muridnya yang menjaga. Setiap jam 03.00 beliau membuat es super lalu didinginkan di Kolakas dan keesokan harinya dijual. Karena suaminya seorang yang penggangguran, maka suaminya menjadi ringan tangan dan Ibu Neni Kurniati sering menjadi dampat akibat dipukul suaminya. Walaupun demikian suaminya termasuk orang yang perhatian pada anak-anaknya.                                                                                                       Pada tahun 2006, Ibu Neni Kurniati mendapat masalah dari kerabat sekolahnya dimana dia difitnah oleh salah satu anggota Komite Sekolah karena menghukum dan menyiksa siswanya sendiri. Gunjingan orang-orang terhadap dirinya tak berhenti. Bahkan tak ada satupun orang yang membelanya kecuali anak-anaknya. Sehingga membuatnya harus pindah mengajar ke SDN-5 Samuda Kota. Saat di SDN-5 Samuda Kota Beliau sangat tidak diterima oleh masyarakat sekitar. Dari masyarakat itu banyak yang tidak mau melanjutkan ke jenjang sekolah dasr sehingga Ibu Neni Kurniati berusaha mati-matian untuk itu. Hingga pada akhirnya teman-temannya sudah bisa bergaul dengannya dan mulai menerima keberadaan Ibu Neni Kurniati                                                                                            Pada tahun 2006, suaminya mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan persawitan terkemuka di daerah Tumbang Samba dekat dengan Palangkaraya. Pada saat gaji pertama suaminya. Suaminya membelikannya banyak perhiasn emas dan juga perlengkapan Ibu Neni Kurniati. Suaminya sangat sayang padanya. Namun, hal itu berubah sejak tahun 2008. Pada tahun itu, Ibu Neni Kurniati melahirkan anaknya yang bernama Putri Bidari ciptadi dan melahirkan tanpa ditemani oleh suaminya. Suaminya berselingkuh dengan teman kerjanya sendiri, kendati pada kenyataannya teman kerja suaminya itu sudah mengetahui bahwa Bapak Hargo Ciptadi sudah berkeluarga dan sangat mengenal baik Ibu Neni kurniati.                                                                                                                                             Pertengahan Oktober 2008 ibu Neni Kurniati mengetahui bahwa suaminya menikah lagi dan mempoligaminya tanpa persetujuannya. Pada saat pengakuan suaminya itu, keadaannya Ibu Neni sedang menggendong anaknya Putri yang sedang kritis di rumah sakit dan pada saat itu juga suaminya mengakui hal yang membuatnya kecewa.                              Pada akhir Oktober 2008 Ibu Neni Kurniati mengalami depresi dan mengalami gangguan kejiwaan atau disebut stress. Beliau sudah mencoba percobaan bunuh diri selama 3 kali. Tetapi, pada bulan 2009, setelah keadaan psikologinya membaik dan teman-teman yang selalu mendukungnya, beliau mulai menerima adanya istri muda dari suaminya tersebut.                                                                                                                                             Pada tahun 2010, beliau melahirkan anak laki-lakinya yang terakhir dengan nama Muhamad Pandu Putra Ciptadi tanpa ditemani oleh suaminya. Beliau mulai bisa menerima bahwa kenyataan dirinya adalah istri yang dipoligami. Menurut kajian antropologi, Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu istri. Istri muda Bapak Hargo Ciptadi, seorang wanita dayak yang baru masuk islam. Pada saat itu dia sudah melahirkan anaknya berjenis kelamin perempuan.                                                                          Permasalahan Ibu Neni Kurniati tidak sampai disitu saja. Pada Tahun 2011 suaminya tidak memberi nafkah sama sekali kepada Ibu Neni Kurniati. Padahal, berpoligami itu diperbolehkan dengan syarat sang suami harus adil kepada istrinya. Bahkan Allah SWT berfirman dalam Al –Quran surat An-Nisa’ ayat 3 yang berbunyi:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (An-Nisa’(4): 3)                                                        Selama mencari uang tambahan untuk kebutuhan hidup tersebut Ibu Neni Kurniati berjualan gorengan lagi di sekolah dan seperti biasa, jam 03.00 ia harus membuat adonan gorengan lalu jam 06.00 pagi dia langsung bergegas berangkat sekolah membawa gorengannya. Anak-anaknya juga berjualan gorengan disekolah dan juga beberapa bungkus nasi goreng. Sepulang sekolah dia harus mengajar anak-anak les. Begitulah seterusnya.                                                                                                                                        Pandangan masyarakat tentang apa yang dilakukannya pada saat itu sangat miring sekali. Saat itu dia memiliki Komunitas arisan untuk orang Jawa. Ditengah kesedihannya akan masalah keluarganya, masyarakat tidak malah perduli. Mereka malah menuding Ibu Neni sebagai wanita bodoh yang mau dipoligami. Selain itu mereka juga tidak mau lagi melakukan acara arisan di rumah Ibu Neni karena mereka menganggap rumah itu haram untuk diinjak.                                                                                                                                      Tahun 2012 Ibu Neni Kurniati lulus dari pendidikan S1-nya yang pada saat itu ia kuliah sambil bekerja jualan gorengan dan mengasuh kedua anaknya yang masih kecil. Hingga pada tahun akhir 2012 beliau mendapatkan gaji untuk guru yang sertifikasi.             Pada tahun 2013 beliau menjadi Kepala Sekolah di SDN-5 Samuda Kota dan kehidupan beliau mulai membaik begitu juga maslah ekonominya. Anaknya Kiki Candra Nalurita Ciptadi sekarang berkuliah di Universitas Negeri Malang sedangkan Aziza Wulandari Ciptadi sekarang berada di kelas 3 SMP di SMPN-2 Handil Sohor, Putri Bidari Ciptadi kelas 1 di SDN-5 samuda Kota, dan Pandu Putra Ciptadi saat ini berumur 3 tahun.                                 
                                                           











BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Kehidupan Ibu Neni Kurniati diawali dari latar belakang keluarga beliau yang memprihatinkan. Dari SMA beliau sudah berjualan di Sekolah, menjadi Tukang sapu sekolah, dan minder dengan teman-temannya. Hingga pada tahun 1993 beliau nekad pergi ke derah pedalaman Kalimantan Tengah dan mulai berbaur dengan masyarakat setempat. Tujuannya adalah untuk mengubah nasib keluarganya dan juga untuk mewujudkan impiannya menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pada tahun 1996 Masalah ekonominya mulai muncul. Labih-lebih setelah Aziza Wulandari lahir. Akan tetapi masalah mencapai klimaks ketika suaminya menikah dengan wanita dayak Kalimantan tengah dan mempoligami dirinya hingga ia harus bekerja keras untuk hidupnya. Pada tahun 2012 ia diangkat menjadi guru yang berprestasi dan kehidupan ekonominya mulai membaik. Pada tahun 2013 ia mendapat jabatan sebagai Kepala Sekolah dari tahun 2013- sekarang.
3.2  Saran
            Adapun saran makalah ini adalah terhadap pembaca yaitu;
1.      Jangan pernah bersedih akan semua maslah yang kita hadapi. Karena, masih banyak orang yang memiliki masalah lebih rumit daripada kita.
2.      Senantiasa selalu berdoa dan berikhtiar kepadanya agar tetap tegar jalani sakitnya kehidupan
3.      Setidaknya Sejarah Historiografi Keluarga Ini menjadi pelajaran dan Instropeksi bagi diri kita masing-masing.











DAFTAR RUJUKAN
Brahmantro, Goenadi, 1981 Perwara Sejarah. Malang: IKIP Malang.
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Malang: Pustaka Jaya.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Nawawi, HH dan Hadari, HMM. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press
Neni Kurniati, 43 tahun, Desa Samuda Kota Kec. Mentaya Hilir Setempat kab. Kotawaringin Timur, 2 Desember 2013, di tempat kediaman rumah Ibu Neni Kurniati(via Telepon)
Suprapti,80 tahun, Desa Sumberagung kec. Wates kab. Kediri, 1 Desember  2013, di tempat kediaman rumah Ibu Sukarti(via telepon).
 Tim Penyusun. 1998. Sejarah Daerah Kalimantan Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wikipedia.2013.Tragedi berdarah Sampit,(online) (http://id. Wikipedia.org/wiki/Konflik Sampit
Yuddhistiawan, rahmat. Hukum           Poligami(online)(http://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/hukum-poligami-jumlah-istri-dan-syarat-adil-dalam-poligami-oleh-rahmat-yudistiawan/)













LAMPIRAN
DATA NARASUMBER 1:
Nama                           : Neni Kurniati
Tempat, tanggal lahir  : Kediri, 16 September 1971
Umur                           : 42
Pekerjaan                     : Guru SD(PNS)
Alamat                        :Komp. Perumnas Jalan Samuda-Ujung Pandaran kec. Mentaya Hilir Selatan kab. Kotawaringin Timur

DATA NARASUMBER 2:
Nama                           : Suprapti
Tempat, tanggal lahir  : Kediri, 13 Agustus 1950
Umur                           : 63 Tahun
Pekerjaan                     :Pensiunan(PNS)
Alamat                        :Ds. Sumberagung Kec. Wates kab. Kediri

DATA NARASUMBER 3:
Nama                           : Aziza Wulandari Ciptadi
Tempat, tanggal lahir  :Sampit, 28 Februari 2000
Umur                           : 13 tahun
Pekerjaan                     : Pelajar
Alamat                        :Komp. Perumnas Jalan Samuda-Ujung Pandaran kec. Mentaya Hilir Selatan kab. Kotawaringin Timur











LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Keluarga Ibu Neni Kurniati bersama sodara dan keponakannya


1375199_1391313491102946_1072444337_n
 













Tampak sebelah kiri budhe nanik(istri pakde Gendut), budhe sri(sodara Ibu Neni Kurniati), Azhizha Wulandari(anak Ibu Neni Kurniati yang ke-2), Ibu Neni Kurniati, Budhe Yus(sodara ibu Neni Kurniati), Mbak Merin(Anak budhe Yus), Pakdhe Kus(suami budhe sri), Kiki Chandra(anak Ibu Neni Kurniati yang pertama), Mbak Nadia(anak Pakdhe gendut), mas mana(anak budhe Tyan). Selanjutnya sebelah kiri di bagian depan: Mbak Rina(anak budhe sri), Pandu Putra Ciptadi(Anak Ibu neni yang terakhir), Mas Ryan(anak pakdhe ndut), Putri Bidari Ciptadi(Anak Ibu neni ke-3)

Lampiran 2. Foto Ibu neni bersama anak dan suaminya.



dfgfcgf
 














                                                                                                                      




Tampak sebelah kiri Azhizha, kiki, Pak Hargo(suami Ibu Neni Kurniati), Ibu Neni Kurniati menggendong anaknya Pandu, dan putri.



Lampiran 3. Foto Ibu Neni Kurniati dan teman-teman mengajarnya
FILE0161FILE0158FILE0163pandi editFILE0160

Tampak di Bagian Kiri Ibu neni Kurniati dan Teman-teman mengajarnya di SDN-5 Samuda Kota.
 
Lampiran 4. Foto Ibu Neni Kurniati dan keempat anaknya


DSC00794
 


















Tampak Ibu Neni Kurniati dan Ke empat Anaknya.



DSC00829
 











                                                                                                                                   

Ibu Neni Kurniati dan anaknya Kiki Candra Nalurita Ciptadi dan juga Pandu Ciptadi



DSC00828
 






















                                                                                                                              
Ibu Neni Kurniati dan anaknya Azizha Wulandari Ciptadi dan Juga Pandu Putra Ciptadi.











DSC00812 

















Ibu Neni Kurniati bersama Putri Bidari Ciptadi dan juga Pandu Ciptasi



Lampiran 4. Kartu Keluarga Ibu Neni Kurniati


KK
 




























Lampiran 5. Daftar Gaji Ibu Neni
daftar Pembayaran Gaji Pegawai
                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar